Kabar Baik

Elderly Man

Siapakah Manusia? Apakah Manusia?

Satu kali saya membaca di majalah Time mengenai biksu-biksu yang berada di Tibet. Yang saya dapati dalam artikel singkat tersebut bukanlah kekaguman akan kehidupan spiritual mereka; bukan pula akan budaya yang meliputi pedesaan yang dihuni oleh biksu-biksu tersebut. Sayangnya, artikel yang saya baca adalah mengenai peristiwa pembakaran diri biksu-biksu tersebut.

Sesaat sebelum salah seorang biksu tersebut mati terbakar, ia berseru dengan suara nyaring, “kembalilah Dalai Lama!”

Apakah yang ada di benak anda? Itu bukanlah hal yang asing dijumpai dalam koran dan majalah belakangan ini bukan?

Masih banyak lagi. Ada pula yang memutuskan untuk meledakkan diri mereka sendiri. Sangka mereka, apabila mereka mati dengan cara yang demikian, mereka dapat membuat hidup mereka menjadi lebih bermakna. Mereka mungkin bukan orang jahat. Mereka adalah orang yang benar-benar tulus dan mengira melakukan pekerjaan yang mulia.

Begitu pula dengan biksu tersebut. Mengapa membakar diri? Apakah faedahnya membakar dirinya sendiri? Bagaimana dengan pelaku bom bunuh diri tersebut? Sebenarnya apa yang ada di benak mereka?

Sebenarnya siapakah manusia itu sebenarnya? Mungkin, apakah manusia itu sebenarnya?

Dead Men Wasted

Ketika saya mengarungi jalanan-jalanan kota dan pedesaan, saya sering berpikir akan banyaknya manusia yang ada di dunia ini. Saya menyadari penuh bahwa saya sendiri juga adalah manusia, sama seperti mereka. Tetapi itu membuat segalanya menjadi lebih rumit lagi. Saya terkadang bisa sedih, juga marah, juga gembira, dan berbagai macam emosi lainnya. Saya menikmati membaca buku, menulis, dan melakukan segenap hobi lainnya. Saya senang bercengkrama sambil menikmati teh atau kopi bersama seorang rekan untuk diajak berbicara mengenai segala hal. Saya terkadang merasa kesepian, berada di dalam sebuah ruangan yang kosong, tanpa ada seorang pun yang menemani saya. Masalahnya, semua orang yang saya lihat dan perhatikan tersebut juga adalah manusia—sama seperti saya! Mereka juga memiliki pikiran, emosi, kehendak, hobi, dan kehidupan mereka masing-masing. bagaimana mungkin bisa demikian? Lalu sebenarnya siapakah manusia itu sebenarnya?

Satu lagi, mengapa manusia bisa mempertanyakan keberadaannya sendiri? Mengapa binatang tidak? Mengapa ada konferensi, bahkan ujaran filosofis mengenai keberadaan manusia yang dikarang oleh manusia sendiri, tetapi di lain pihak, anjing, atau monyet tidak pernah mempertanyakan keberadaan dirinya sendiri?

Siapakah manusia itu? Apakah manusia itu?

Ia nampak begitu mulia dengan segala kekhidmatan, moralitas, dan religiositasnya. Hidupnya saleh, mengundang decak kagum. Bapak-bapak dan ibu-ibu menasihati anak-anak mereka, “kalau sudah besar jadilah seperti orang tersebut.”

Ia nampak begitu kotor dan hina pula. Ia membunuh sesamanya sendiri dengan cara-cara yang mengejutkan kejinya. Ia merampok, mencuri, membunuh milik sesamanya sendiri. Ia sanggup untuk menipu! Dengan segala tipu muslihatnya, manusia secara ironis juga menghindari dirinya dianggap sebagai orang jahat. Tetapi sesama mereka manusia memiliki kata-kata yang tepat untuk orang yang demikian, “munafik,” “penipu,” “penjilat,” dan banyak istilah tidak mengenakkan lainnya.

Mungkin yang paling menyadarkan manusia akan kefanaannya adalah kematian. Tidak peduli apakah ia memiliki tulang dan otot sekuat baja; tidak peduli apakah ia memiliki kekuasaan untuk menggerakkan jutaan prajurit; tidak peduli apakah ia merupakan orang yang kaya atau miskin; orang yang terpandang atau rendahan; mereka semua akan membusuk dan menjadi debu, sama seperti binatang dan tumbuhan lainnya.

Siapakah manusia? Apakah manusia?

Sesungguhnya manusia adalah debu, tetapi ia adalah debu yang istimewa. Ia dinafasi oleh Penciptanya sendiri. Terlebih luar biasa, ia diciptakan seturut dengan gambar dan rupa dari Allah, Pencipta alam semesta dan segala isinya. Ia sesungguhnya lebih mulia dari segala ciptaan lainnya! Ia diciptakan hanya sedikit lebih rendah dari malaikat. Manusia sesungguhnya dirancangkan bagi kemuliaan.

Tetapi apa yang terjadi? Mengapa manusia menjadi seperti apa adanya sekarang? Apanya yang mulia dari pelacuran, pembunuhan, percabulan, dan berbagai fenomena yang terpampang dalam surat kabar sehari-hari?

Para ahli sosiologi,psikologi, biologi, dan ragam ahli lainnya telah berusaha mencari jawaban tetapi nihil. Satu-satunya jawaban yang bisa mereka berikan adalah karena memang manusia pada dasarnya adalah binatang—yang juga bisa berpikir, merenung, berbuat kebaikan, dan berbagai kebajikan yang sudah disebutkan di atas. Itu jawaban yang mustahil nilainya.

Manusia yang dirancang bagi kemuliaan tersebut telah kehilangan kemuliaannya. Ia telah melanggar perintah dari sang Penciptanya. Mereka menjadi rusak dan tidak berguna. Seperti halnya kita membeli sebuah komputer atau telpon seluler untuk digunakan, ketika barang tersebut tidak lagi mematuhi apa yang kita inginkan, sangatlah wajar untuk membuangnya dan membiarkannya berkarat hingga binasa. Demikianlah manusia telah menerima karatnya, ia semakin rusak dan menjadi-jadi—meskipun masih terlihat cercahan gemerlap kemuliaan yang seharusnya ada padanya. Cercahan tersebut berwujud menjadi benda-benda kesenian, tulisan-tulisan, dan kebudayaan yang demikian hebat—itu hanya cercahan kemuliaan yang dimaksudkan bagi manusia. Namun, semuanya telah korup dan rusak.

Itulah manusia, ciptaan yang mulia yang telah jatuh dalam dosa. Ini menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi di dunia ini.

Tetapi Allah tidak diam saja. Ia menjanjikan bahwa pada kegenapan waktunya, akan datang seorang juruselamat yang akan membereskan karat tersebut. Ia, entah bagaimana, akan memugar karat kebinasaan tersebut dari manusia, bahkan dunia ini!

Semua orang terkejut! Betapa tidak, juruselamat tersebut terlahir di dalam daging dan darah, sama persis seperti manusia yang hendak diselamatkan-Nya. Ia berjalan mengarungi tanah yang dijalani oleh ciptaan-Nya sendiri. Ia melakukan beragam hal yang mengundang kekaguman dan kebencian. Mereka yang merasa memahami Dia seringkali terkejut karena tindakan dan pikiran-Nya yang di luar dugaan. Mereka yang merasa tidak mungkin dan tidak layak bahkan untuk mendekat kepada-Nya, malah didekati-Nya dan diberikan pemahaman yang tersembunyi pada mereka yang berhikmat.

Ia tahu kapan Ia akan mati. Ia tahu bagaimana cara memugar karat yang sudah memborok dalam diri manusia tersebut. Ia memutuskan untuk mengambil semua borok dari karat-karat dunia ini, meletakkannya, menempelkannya—tubuh yang tidak pernah mengenal kejijikan yang demikian ngeri—kepada tubuh-Nya sendiri. Ia mati di atas kayu salib. Bukan karena aniaya manusia Ia mati. Sesaat sebelum kematian-Nya Ia memutuskan untuk menyerahkan hidup-Nya sendiri kepada Allah. Kata-Nya, “sudah selesai.”

Seakan tirai drama sudah hampir tertututup, pada hari yang ketiga Ia bangkit dari kubur! Tirai harus dibuka kembali. Sesungguhnya kisah agung ini belum selesai. Ia menjumpai murid-murid-Nya kembali dan memerintahkan mereka untuk memberitakan berita yang luar biasa baik ini, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya akan mendapatkan pengampunan dari dosa dan hidup yang kekal. Hari ini pun ia akan mendapatkan hidup dalam kelimpahan! Kelimpahan akan makna hidup dan sukacita, serta damai sejahtera yang tidak dapat diberikan oleh dunia ini. Malahan, yang diberikan-Nya bagi kita pada hari ini masih sekadar appetizer, penggugah selera semata.

Murid-murid-Nya serasa tidak percaya. Namun, mereka menyadari bahwa apa yang mereka saksikan bukanlah halusinasi semata. Masakan halusinasi dapat seragam menyelimuti lima ratus orang sekaligus? Masakan halusinasi dapat membawa ia yang luar biasa membenci Yesus berbalik secara tiba-tiba untuk mengasihi-Nya, bahkan mengorbankan nyawa bagi Dia? Demi kepercayaan yang demikian radikal tersebut para murid bahkan rela mati bagi Yesus, yang telah terlebih dahulu mati bagi mereka. Sekalipun demikian, mereka mati oleh karena nama Yesus. Mereka tidak mati karena mereka memang layak menerima kematian. Mereka tidak mengejar kematian dengan gantung diri, membakar diri, atau meledakkan diri sendiri. Mereka mati, semata karena iman mereka kepada Tuhan yang demikian kasih.

Ia sendiri akan datang untuk kedua kalinya. Ketika Ia datang, mereka yang menerima-Nya akan dibangkitkan-Nya, sama seperti Dia. Manusia yang dahulu dirancang bagi kemuliaan, akan kembali, bahkan lebih dimuliakan lagi di dalam-Nya!

Itulah manusia. Ia adalah komputer yang rusak, yang diperbaiki dengan cara yang demikian mengherankan, mengorbankan pembuat komputer tersebut! Bahkan ia akan dibentuk dan dibuat menjadi lebih indah daripada sebelumnya. Bukankah tepat bahwa ini disebut sebagai kabar baik; berita sukacita; injil?

Tidak peduli apakah anda adalah seorang yang dibuang dan tidak dianggap oleh masyarakat. Tidak peduli apakah anda adalah seorang yang dibenci, bahkan dibuang oleh keluarga anda sendiri. Entah, apakah perilaku manusia lainnya kepada anda. Semuanya diterima-Nya kembali, asal anda mau bertobat dan berjalan mengikut-Nya.

Sudahkan anda menerima Ia yang kasih-Nya tak lekang oleh waktu? Bila belum, maka berdoalah kepada-Nya sekarang juga memohon pengampunan-Nya. Ia akan mengampuni dan bahkan memperlengkapi kita untuk melakukan pekerjaan-Nya yang baik!

Ini bukanlah akhir dari perjalanan, malah awal. Dapatkanlah sebuah Alkitab untuk dibaca dan direnungkan tiap harinya; senantiasa bersiap untuk dikejutkan oleh berita yang dari Allah bagi umat-Nya. Allah akan mengoreksi kehidupan manusia, perlahan tetapi pasti, hingga manusia semakin serupa dengan Dia; seperti Yesus, yang merupakan kepenuhan gambar Allah yang sejati. Itulah pekerjaan utama orang yang mengaku percaya kepada-Nya. Menjadi serupa dengan Yesus.

Vincent Tanzil, 17 Desember 2011

Menyambut Natal

6 responses to “Kabar Baik”

  1. ga tau kalo kamu punya ruang untuk menuangkan kata2 disini bro… Nice one. I like this.. Hope we can meet somewhere in the future..

    Like

    1. Well, ini Agoenk ya? Yap, ketemu di Malang ya bro!

      Like

  2. Nice one, sir 🙂
    Hingga kini saya masih ga habis pikir, kenapa ‘Mereka yang merasa tidak mungkin dan tidak layak bahkan untuk mendekat kepada-Nya, malah didekati-Nya’ ?

    Like

    1. Benar pak. Karena itulah kita menyebutnya Amazing Grace!

      Like

  3. sejarah keselamatan yang dikemas dengan keren

    Like

Leave a comment

Blog at WordPress.com.